I.
PENDAHULUAN
Ketika penduduk kepulauan Nusantara telah
mengenal aksara dan meninggalkan berita tertulisnya, maka sejak itulah mereka
memasuki era sejarah. Dalam periode baru tersebut banyak sekali terjadi
penetrasi dari kebudayaan asing. Kebudayaan-kebudayaan ini dapat masuk dengan
mudah ke wilayah Indonesia, tidak lain karena kepulauan Nusantara terletak pada
jalur perdagangan kuno atau sebuah jalur lalu lintas perdagangan dan pelayaran
Cina-India.
Hubungan dengan bangsa-bangsa yang sudah
memiliki peradaban tinggi, memberikan kontribusi besar bagi perkembangan di
berbagai bidang. Proses tersebut melahirkan akulturasi kebudayaan, di mana
hasil dari pencampuran beberapa kebudayaan, tetap mempertahankan ciri khas
kebudayaan yang lama. Seperti yang kita telah ketahui bahwa pada masa
Prasejarah akhir, bangsa Indonesia sudah mengenal berbagai macam keahlian yang tetap
dilestarikan hingga pada akhirnya berkembang oleh penambahan unsur-unsur baru
dari pengaruh Hindu.
Pada permulaan tarikh masehi, kontak budaya
yang dilakukan masyarakat Indonesia dengan bangsa lain khususnya India, merangsang
penduduk pribumi untuk mengadaptasi sistem kerajaan yang merupakan perluasan
dari sistem pemukiman yang telah dikenal sebelumnya. Dalam Sejarah Seni Rupa
Indonesia (1977) disebutkan bahwa, kebudayaan India telah masuk dan
berasimilasi dengan kebudayaan Indonesia sekitar abad ke-5. Kebudayaan yang
masuk berasal dari kebudayaan dan agama Hindu juga Buddha. Kecuali Indonesia di
bagian Timur, pengaruh India hampir meliputi seluruh wilayah Nusantara.
Pengaruh India di Indonesia sendiri merupakan
esensi dari makalah ini. Namun isi pembahasannya dibatasi dengan hanya mengulas
beberapa pengaruh kebudayaan mereka di luar Jawa dan pada periode Jawa Tengah.
Produk kebendaannya pun lebih mengkhususkan pada kajian arca. Produk kesenian
lain seperti candi, relief, seni kriya, dan sebagainya akan penulis bahas
secara umum. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberi pengetahuan kepada pembaca,
mengenai perkembangan seni rupa Nusantara
yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kebudayaan India Klasik.
II.
PENGARUH INDIA DI LUAR JAWA DAN PERIODE JAWA TENGAH
A.
Latar Belakang Pertumbuhan
Banyak teori yang mencoba menjelaskan
pengaruh kebudayaan India (Hindu-Buddha) sampai di Nusantara. Diperkirakan
proses asimilasi dan adaptasi itu dapat berlangsung secara cepat karena
beberapa aspek. Perkawinan raja-raja India dengan puteri para pemimpin lokal,
penyebaran ide keagamaan oleh para pendeta India, dan pertukaran barang oleh
pedagang India, diduga merupakan cara kolonisasi mereka dalam mempengaruhi
kehidupan penduduk Indonesia saat itu. Hal
ini sejalan dengan “Greater India”
(India yang diperluas dari berbagai bidang), di mana setiap kelompok masyarakatnya
diharapkan dapat menerapkan semboyan tersebut. Kaum Brahmana memperluas melalui
ajaran agama yang dianut, kaum Ksatria menyebarkan kebudayaan India ke dunia
luar dengan cara memperluas daerah kekuasaan, dan kaum Vaisya memperluas dengan
cara berdagang.
Dalam medanbung.wordpress.com (2008), ada beberapa
hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya
Hindu-Buddha ke Indonesia yaitu antara lain:
1. Hipotesis Brahmana, di mana kaum pendeta mendapat
undangan dari penguasa Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara
keagamaan.
2. Hipotesis Ksatria, di mana para prajurit yang kalah atau
jenuh berperang, meninggalkan India dan berusaha mendirikan koloni baru sebagai
tempat tinggal. Di antara mereka ada yang sampai ke Indonesia.
3. Hipotesis Vaisya, di mana kelompok pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa
beserta rakyat. Jalinan hubungan ini membuka peluang terjadinya proses
penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
4. Hipotesis Sudra, di mana peperangan yang terjadi di India
menyebabkan Sudra menjadi golongan terbuang. Sehingga mereka akhirnya meninggalkan
India dengan mengikuti kaum Vaisya yang berlayar ke Nusantara.
Disinyalir, Nusantara mendapat pengaruh India
lebih awal melalui perdagangan. Perdagangan yang melibatkan pertukaran barang
budaya dan material tersebut, menyebabkan datangnya laporan dari kehidupan
keagamaan India, kebesaran raja dan istana India, serta contoh kesenian
keagamaan India. Juga sebaliknya, berita tentang pulau Indonesia yang kaya akan
rempah-rempah, emas, perak, produk pertanian, keterampilan dalam mengerjakan
dan mengolah bahan alam, keindahan tenun, serta sifat penduduk lokal pun sampai
ke telinga masyarakat India. Laporan tersebut tentunya berasal dari orang
Indonesia yang melakukan perjalanan ke India untuk memperoleh keterampilan baru
dan melihat langsung keajaiban negeri asing (Claire Holt, 2000).
Dalam segi spiritualitas, terjadi migrasi
dewa-dewa India ke Indonesia. Perpindahan itu dilalui dengan jalan damai dua
sistem keagamaan yaitu Brahmanisme (aspek Shivaitnya/penyembahan
dewa Siwa) dan Buddhisme. Hingga pada satu waktu kedua sistem ini menerima
ciri-ciri Indonesia, saling tumpang tindih dan terpadu dalam pemujaan
sinkretisme Indonesia-Hindu-Buddha. Praktek-praktek keagamaan
diperkenalkan dari India pertama kalinya
terutama di kota-kota istana para penguasa.
Berikut adalah pengaruh India di Nusantara yang
dibagi ke dalam beberapa aspek:
1. Agama
Masyarakat Nusantara telah menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme jauh sebelum zaman sejarah. Mereka menerima
ajaran baru Hindu dan Buddha semenjak mulai berinteraksi dengan orang-orang
India. Budaya baru itu membawa perubahan dalam kehidupan keagamaan seperti tata
krama, upacara pemujaan, dan bentuk tempat ibadah.
2. Pemerintahan
Orang India mengenalkan sistem pemerintahan
kerajaan. Dalam sistem ini kelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan
wilayah yang luas, sedangkan kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas
kekuasaan kerajaan.
3. Arsitektur
Punden berundak merupakan salah satu tradisi
megalitikum. Tradisi ini berpadu dengan budaya India, sehingga menginspirasi
pembuatan candi. Contohnya tampak pada Candi Borobudur yang bangunannya
berbentuk limas berundak.
4. Bahasa dan Tulisan
Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
meninggalkan beberapa prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan sebagian
besar berhuruf Pallawa. Dalam perkembangan berikutnya bahkan hingga saat ini,
bahasa Sansekerta memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Hasil serapannya
seperti Pancasila, Dasa Dharma, dan lain-lain.
5. Sastra
India membawa kemajuan besar di bidang
sastra. Mereka mengenalkan karya-karya
terkenal seperti, kitab Ramayana dan Mahabharata. Kitab-kitab tersebut memacu
pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Contohnya yaitu
Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, Sutasoma karya Mpu Tantular, Negarakertagama
karya Mpu Prapanca.
6. Sistem Penanggalan
Nenek moyang bangsa Indonesia menggunakan
sistem perhitungan tahun Saka dari kebudayaan India. Sejak mengenal sistem ini,
masyarakat Jawa Kuno seterusnya mencantumkan data kronologi untuk mencatat
peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupannya.
Bagan 2.1
Proses Akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan India
(Sumber: Diktat Perkuliahan Pembabakan Sejarah
Indonesia)
B. Masyarakat Pendukung dan Lokasi
Pemukiman
Persebaran
pengaruh India meliputi seluruh wilayah Nusantara kecuali bagian timur tepatnya
di Papua. Bukti dari hal ini dapat kita lihat dari temuan artefak-artefak yang
kini masih dilestarikan keberadaannya.
1. Pengaruh
India (Buddha) di Luar Jawa dan Jawa Tengah:
a. Kerajaan
Sriwijaya di Sumatera
b. Kerajaan
Sailendra di Jawa Tengah
2. Pengaruh
India (Hindu) di Luar Jawa dan Jawa Tengah:
a. Kerajaan
Kutai di Kalimantan Timur
b. Kerajaan
Mataram di Jawa Tengah
c. Kerajaan
Sanjaya di Jawa Tengah
C. Produk Kebendaan/Karya Seni dan Kajian
Estetika
1. Peninggalan benda artefak secara umum
a. Candi
Candi
merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang meninggal, khusus untuk para
raja dan orang-orang terkemuka. Yang dikuburkan bukanlah mayat ataupun abu
jenazah, melainkan bermacam-macam benda seperti potongan logam dan batu akik
yang disertai sesaji. Benda-benda tersebut dianggap sebagai lambang zat
jasmaniah dari sang raja yang telah bersatu kembali dengan dewa. Candi sebagai
pemakaman hanya terdapat dalam agama Hindu, sedangkan candi agama Buddha adalah
tempat pemujaan dewa.
b. Patung
Dewa/arca
Untuk
raja yang telah bersatu kembali dengan penitisnya, dibuatlah sebuah patung.
Patung ini menjadi arca induk dalam candi. Biasanya sebuah candi memuat
berbagai patung dewa lain.
c. Seni
ukir/relief
Seni
ukir bisa terlihat pada dinding-dinding candi berupa hiasan pengisi bidang, dan
ilustrasi suatu cerita. Pola hiasannya adalah makhluk-makhluk ajaib, tumbuhan
yang sesuai dengan suasana Gunung Mahameru. Sedangkan cerita-ceritanya biasa
diambil dari kitab-kitab kesusasteraan.
d. Barang-barang
logam
Banyak
terdapat barang-barang yang dibuat dari bahan logam seperti perunggu, emas
ataupun perak. Contohnya bisa dilihat pada arca-arca, perhiasan, lampu gantung,
genta untuk digantung di biara, jambangan dan mangkuk sebagai tempat air suci, talam
seperti baki bundar besar, pedupaan, dan lain-lain.
e. Kesusasteraan
Hasil-hasil
kesusasteraan zaman klasik terutama sekali berasal dari Jawa. Menilik bentuk
gubahannya, hasil kesusasteraan yang ditulis berupa gancaran (prosa) dan
tembang. Jika ditinjau dari sudut isinya, maka terdiri atas kitab keagamaan,
kitab hukum, cerita kepahlawanan, dan lain-lain.
2. Arca
Secara
istilah, arca diartikan sebagai patung batu. Namun pada kenyataannya arca ada
yang terbuat dari bahan-bahan logam seperti perunggu, emas, maupun perak. Perkembangan
seni arca Klasik di Indonesia dimulai lebih awal daripada arsitekturnya. Hal
tersebut diduga karena bangunan kuno Nusantara pada awalnya dibuat dari bahan
yang tidak tahan lama. Berbeda dengan arca yang menggunakan bahan dari batu. Beberapa
patung diilhami dari Kemuliaan raja dan tokoh besar pada masa itu yang diasosiasikan
sebagai titisan dewa/cahaya Ilahi.
Arca
agama Buddha tidak mewujudkan seorang raja. Oleh karena itu, arca perwujudan
yang melukiskan sang raja sebagai dewa dan yang menjadi arca utama di dalam
candi umumnya adalah arca Siva.
a. Gaya
arca India secara umum
Buddha
1. Rambut
keriting sang Buddha digelung ke atas
2. Kepala
ada tonjolan seperti sanggul
3. Memiliki
Urna atau mata ke-3 dengan memberi titik di dahi
4. Bertelinga
panjang (lambakarnapasa)
5. Berjubah
tipis (samghati)
6. Memperlihatkan
Mudra atau sikap tangan tertentu, seperti: abhaya-mudra (jangan takut), dhyani
mudra (semedi), varada-mudra (memberi hadiah), dan lain-lain.
7. Memperlihatkan
pose/gaya tertentu, seperti: asana (sikap duduk/bersila), kayotsarga (posisi
berdiri tegak), tribhanga (3 sikap berdiri/patahan), dan Parivarna (berbaring
miring dengan salah satu tangan menyangga kepala).
8. Memiliki
lingkaran kesucian yang berada di belakang kepala (prabhamandala)
9. Biasanya
memeliki chakra yang digambar di telapak tangan atau kaki
Hindu
1. Memperlihatkan
gestur/pose tertentu, seperti: abhanga (tegak lurus atau tidak ada gerak),
samabhanga (simetris, ada gerakan), tribhanga, dan atibhanga (penuh gerak).
2. Memperlihatkan
ekspresi wajah, seperti: santa (sifat damai, penuh kasih sayang), dan ugra
(marah, menakutkan, kejam, atau penggambaran yang menjijikan).
3. Dewa/dewi
digambarkan berwajah muda untuk menunjukkan bahwa mereka selalu awet muda
(tidak pernah tua).
4. Pakaian
dewa/dewi terlihat mewah seperti pakaian bangsawan.
b. Gaya
arca Indonesia secara umum
1. Bentuk-bentuk
feminim tidak berlebihan
2. Tidak
ada seksualitas kosmis seperti pada seni India
3. Figur
wanita tidak ideal, pinggul dibuat lebih sempit dari wanita India.
4. Kualitas
lebih lembut, halus.
5. Relatif
lebih sederhana atau kaku daripada India
c. Tanda-tanda
khusus pada dewa-dewa Hindu (Laksana)
1. Siva
sebagai Mahadewa: bulan sabit di bawah sebuah tengkorak yan terdapat pada
mahkota; mata ketiga didahi, upawita ular naga; cawut kulit harimau yang
dinyatakan dengan lukisan kepala serta ekor harimau pada kedua pahanya;
bertangan 4, masing-masing memegang penghalau lalat, tasbih, kendi berisi air
penghidupan, tombak yang ujungnya bercabang tiga.
2. Siva
sebagai Mahaguru/Mahayogi: memegang kendi dan trisula; perut gendut, kumis
panjang dan berjanggut runcing.
3. Siva
sebagai Mahakala: menakutkan seperti raksasa dan bersenjatakan gada.
4. Siva
sebagai Bhairawa: berhiaskan rangkaian tengkorak, tangan satunya memegang
mangkuk dari tengkorak dan tangan lainnya sebuah pisau; biasanya berdiri di
atas bangkai dan lapik dari tengkorak-tengkorak.
5. Durga
isteri Siva: biasanya berdiri di atas lembu yang ia taklukan (penjelmaan
raksasa/asura); bertangan 8, 10 atau 12 yang masing-masing tangannya memegang
senjata.
6. Anak
Siva: Ganesa (dewa berkepala gajah, disembah sebagai dewa ilmu atau penyingkir
rintangan) dan Kartikeya (dewa yang digambarkan sebagai kanak-kanak naik merak
dan memiliki kedudukan sebagai dewa perang).
7. Visnu:
bertangan empat, masing-masing memegang gada, cakram, kerang bersayap, dan buah
atau kuncup teratai; kendaraannya adalah Garuda.
8. Brahma:
berkepala/bermuka empat; tangannya empat, yang dua di belakang memegang tasbih dan penghalau lalat; kendaraannya
adalah angsa.
d. Beberapa
bukti peninggalan Arca di Luar Jawa dan Jawa Tengah
|
|||
|
|||||||||
|
|||||||||
|
|||||||||
DAFTAR PUSTAKA
Fontein, Jan et al.
1972. Kesenian Indonesia Purba
Zaman-zaman Jawa Tengah dan Jawa Timur. New York: The Asia Society Inc.
Holt, Claire.
(terjemahan R.M. Soedarsono). 2000. Melacak
Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Bandung, MSPI.
Pusat Penelitian
Sejarah dan Budaya. 1977. Sejarah Seni
Rupa Indonesia. Jakarta: DEPDIKBUD.
Soekmono. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.
Yogyakarta: Kanisius.
Yamin, Muhammad.
1990. Lukisan Sejarah. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Yufrizal. (2008, 17
Desember). Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia,
[Online]. Tersedia: http://medanbung.wordpress.com [14 Februari 2010]
1 comments:
How to Win at a Casino: 6 Tips to Increase Your Skills
To better understand the casino game, it's important to look at 익산 출장샵 several factors including 경주 출장마사지 a 김해 출장안마 player's mindset and a strategy 동두천 출장마사지 and skill level. 순천 출장샵
Post a Comment